21 April 2009

EDITORIAL MI

tadi pagi gw baca MI, yang teramat sangat menarik adalah editorialnya, ini nih

BAN SEREP YANG BIKIN PECAH

PEMILU 2009 telah melahirkan perkara yang paling mengenaskan, yaitu konflik di tubuh partai. Siapa yang tidak sependapat dianggap musuh. Konflik internal pun berkembang menuju perpecahan yang serius.

Gejala itu terjadi di banyak partai yang kalah pada Pemilu Legislatif 2009. Konflik merebak gara-gara partai dijajah pragmatisme, tak punya idealisme, dan hanya memburu kekuasaan.

Hasil Pemilu 2009 hanya mencatat dua pemenang, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Selebihnya tumbang. Partai Golkar mengalami penurunan suara paling banyak. Partai papan tengah PPP dan PAN pun mengalami hal sama. Anehnya di partai-partai yang kalah itu justru terjadi pertarungan internal untuk turut berkuasa, memperebutkan kursi calon wakil presiden.

Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan sedang mengalami guncangan. Terjadi tarik-menarik elite partai. Ada yang hendak menggiring partai menuju lingkaran dalam kekuasaan, tapi ada yang hendak membentuk kubu sendiri. Ada pula yang ingin menjadi oposisi.

Elite partai ternyata tidak tertarik membahas jutaan rakyat yang kehilangan hak pilih. Elite partai tidak tergoda membicarakan daftar pemilih tetap yang amburadul. Semua cacat Pemilu 2009 telah ditukar dengan keinginan mendapatkan imbalan kursi dalam kabinet mendatang.

Lihat saja Partai Golkar. Setelah kalah dalam pemilu lalu, partai yang memenangi Pemilu 2004 itu kini terbelah dalam beberapa faksi. Ada yang menghendaki agar Golkar tetap mengajukan calon presiden sendiri, tetapi ada pula yang ingin Golkar merapat ke Partai Demokrat dengan menjadikan JK sebagai calon wakil presiden mendampingi SBY.

Ada juga yang ingin Golkar berkoalisi dengan PDIP. Tapi soal belum selesai. Sebab berkembang pula faksi yang ingin bukan JK.

Faksi-faksi dalam Golkar kian mengental setelah capres Partai Demokrat SBY mengeluarkan syarat wapres.

Internal PPP pun setali tiga uang. Elite partai berlambang Kabah itu terpolarisasi dalam dua kubu besar. Ada faksi Ketua Umum Suryadharma Ali dan faksi Ketua Majelis Pertimbangan Partai Bachtiar Chamsyah. Kubu Bachtiar ingin PPP merapat ke Demokrat, sedangkan kubu Suryadharma ingin ke PDIP atau Gerindra. Pertempuran kedua kubu itu mengancam keutuhan partai. Bahkan mulai mencuat suara-suara agar partai menggelar muktamar luar biasa untuk menggusur Suryadharma.

PAN pun menghadapi hal yang sama. Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais turun gunung menggelar pertemuan di Yogyakarta. Kesepakatan Yogyakarta menyeru agar PAN merapat ke SBY. Sikap itu bisa bertentangan dengan DPP PAN yang masih menjajaki kemungkinan koalisi dengan bukan SBY. Tak bisa dihindari, PAN berada di ambang perpecahan.

PKS juga tak berbeda. Sekjen PKS Anis Matta mengancam PKS akan keluar dari koalisi jika SBY menerima kembali JK. Itu ancaman aneh karena koalisi saja belum terbentuk. Selain itu, berapa kursi yang diraih PKS sehingga berani-beraninya mengeluarkan ancaman? Sikap Anis itu pun menuai perlawanan di dalam tubuh PKS yang juga bisa membuat partai itu pecah-belah.

Itulah semua tabiat yang dipertontonkan elite partai. Pemilu yang seharusnya menjadi momentum konsolidasi, introspeksi, kini berubah menjadi racun yang merusak partai. Itu semata-mata karena partai telah dijajah pragmatisme, dikendalikan ketamakan berkuasa.

Begitulah, Pemilu Legislatif 2009 gagal melahirkan kultur politik baru, yakni yang kalah menjadi oposisi. Yang kalah pun tidak tahu diri, tetap tergiur untuk turut berkuasa sekalipun cuma jadi ban serep.

Tragisnya inilah ban serep yang bikin pecah partai.

pertanyaannya adalah ada apa dengan sosok SBY



sosok yang bisa memecahkan partai-partai tersebut. kita tunggu dapur politik Indonesia ke depannya.

No comments:

Post a Comment